Mengenal Primbon Bugis Atau Lontara: Sistem Penanggalan dan Penentuan Hari Baik ataupun Buruk

  • Bagikan

Nama bulan-bulan yang termasuk adaptasi tersebut di antaranya: Sarowan (Srawana), Padrowanae (Bhadrawada), Sajewi (Asuji), Posae (Pausa), Mangaseran (Margasira), Palagunae (Phalguna), Besakai (Waisakha), dan Jetai (Jyaistha).

Keunik lainnya dari sistem penanggalan Primbon Bugis terletak pada penggunaan sistem hari dalam satu pekan. Suku Bugis dan Suku Makassar yang benar-benar tradisional mengenal adanya sistem hitungan 20 hari dalam satu pekan. Sistem ini akan berulang sesuai sirklusnya, mirip dengan sistem pasaran dalam budaya penanggalan Jawa.

Adapun nama-nama hari dalam satu pekan tersebut antara lain: Pong, Pang, Lumawa, Wajing, Wunga Wunga, Telettuki, Anga, Webbo, Wage, Ceppa, Tule, Aieng, Beruku, Panirong, Maua, Dettia, Soma, Lakkaraki, Jepati, dan Tumpakale. Yang membuat sistem penamaan itu kian menarik, adalah sebagian dari nama-nama hari tersebut merupakan adopsi dari pasaran Jawa: Pong (Pon), Pang (Pahing), dan Wage (Wage).

  1. Hari Baik dan Hari Buruk Menurut Lontara Bugis

Tak jauh beda dengan Primbon Jawa, Primbon Bugis atau Lontara juga digunakan untuk menentukan hari baik dan hari buruk. Dalam pandangan masyarakat Bugis tradisional, setiap hari atau bahkan satu waktu khusus dalam satu hari mempunyai bisa dikategorikan sebagai waktu yang baik.

Biasanya, waktu atau hari baik tersebut cocok untuk menyelenggarakan kegiatan adat. Meski tak jarang juga seseorang melihat waktu terbaik untuk melakukan kegiatan yang lebih bersifat biasa dan umum dilakukan sehari-hari.

Untuk melihat suatu hari atau satu waktu baik atau buruk menurut Lontara bisa dilihat dalam sebuah media bernama "Mattanra Wettu" atau "Mattenere Wettu". Secara harfiah mattanra wettu atau mattenere wettu bisa diartikan sebagai tanda waktu.

  • Bagikan