"Klien kami ini dipaksa untuk menandatangani surat yang tidak ingin ditandatanganinya jika tidak didampingi oleh kami sebagai penasehat hukum. Itu dilakukan selama tiga kali," ungkapnya.
Ari Ashari juga mencurigai adanya perubahan dalam isi BAP yang dilakukan oleh pihak penyidik Polres Pangkep. Menurutnya, penetapan AR sebagai tersangka berlangsung terlalu cepat.
"Buktinya sampai saat ini SP 21 pun tidak terlaksana, padahal klien kami ini sudah jalan 2 bulan. Harusnya sudah ada P21, karena dia baru 4 hari sudah dinyatakan tersangka," tukasnya.
Ia pun mempertanyakan mengapa hanya kliennya yang dijadikan tersangka, sedangkan dalam laporan polisi terdapat empat nama yang disebut.
"Klien kami disangkakan melakukan persetubuhan di bawah umur. Klien kami mengajukan restorative justice (RJ) karena menganggap bahwa kalau memang itu korban dihamili, berarti harus ada pertanggungjawaban. Laporan polisi itu laporan 365, di situ terlapor ada 4 orang. Cuma klien kami yang dijadikan tersangka. Pertanyaannya, yang tiga ini kenapa?," tanyanya.
Menurutnya, satu dari tiga orang lainnya telah dikembalikan, sementara dua lainnya justru dilepaskan oleh penyidik.
"Apakah memang klien kami target utama atau seperti apa? Kami sudah melakukan permohonan RJ sebelumnya, tapi pihak kepolisian sendiri tidak menanggapi itu. Kita punya bukti juga surat permohonan RJ itu tanggal 30 Januari, sampai saat ini tidak direspons," katanya.
Dengan berbagai kejanggalan ini, ia berharap agar majelis hakim tetap bersikap netral dan memastikan proses hukum berjalan dengan adil.