FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - - Pilkada serentak dalam suasana Covid-19, juga aksi demonstrasi yang cukup massif dengan diterbitkanya UU OmnibusLaw menimbulkan situasi yang tidak kondusif. Ini berpotensi menjadi ruang terbuka bagi para pelaku teror membuat kekacauan.
Bagi masyarakat Sulsel yang menjunjung tinggi kearifan lokal, hal itu bisa menangkal isu radikalisme dalam pilkada. Kabid Penelitian Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulsel Dr Ishak Samad mengatakan sudah melakukan riset untuk Sulsel. Hasil penelitiannya menyebut aksi teror sangat mudah dimainkan melalui literasi digital.
"Dan ruang ini bisa saja dimanfaatkan untuk melakukan adudomba, apalagi kondisi bangsa hari ini dihadapkan dengan ujian ekonomi dan politik," kata Ishak dalam diskusi yang digelar Aliansi Pemuda Mahasiswa Peduli Pilkada bekerja sama Poros Pemuda Indonesia (PPI) Sulsel di Rumah Kopi Bomen, Makassar, Selasa (13/10/2020).
Salah satu bentuk pencegahan yang dilakukan FKPT adalah terus mensosilisasikan bahaya dan ancaman radikalisme terutama ditahun politik. Pengamat Politik Sulsel Dr. Abdi mengatakan grafik yang menunjukan peningkatan terorisme dizaman pemerintahan Jokowi harus menjadi perhatian.
Dalam situasi seperti ini, tidak menutup kemungkinan ancaman dalam bentuk teror akan terjadi. Terlebih masyarakat dihadapkan dalam suasana dan tekanan ekonomi yang luar biasa.
"Tidak cukup aparat saja yang bertugas memantau, perlu keterlibatan semua pihak untuk melakukan deteksi dini," beber Abdi.
Sekertaris Masika ICMI Sulsel Erwin Saputra mengatakan kondisi negara dalam tekanan. Radikalisme muncul ketika ada kelompok lain yang merasa lebih diatas. Potensi gesekan dalam pilkada khusus di daerah zona merah di Sulsel sangat terbuka.