Melihat isi pasal 19, apabila dikaitkan dengan masalah pengemis dan gelandangan, meski KUHP mengatur hal itu, tetapi harus juga dilihat apakah pemerintah mengatur secara khusus. Misalnya melalui Perda. Apabila ada maka yang diberlakukan adalah perda.
Dasarnya adalah asas lex specialis derogat legi generali. Artinya undang-undang yang khusus mengenyampingkan undang-undang yang umum. Hal ini dapat dikatakan hukum yang khusus mengenyampingkan hukum umum. Dengan demikian jika Perda yang diberlakukan maka tanggung jawab hukum penegakan perda bukan polisi, tetapi satpol PP.
Karena itu, ia menegaskan, maka dalam melakukan penindakan terhadap pelanggar perda tergantung isi dari pasal yang mengaturnya. "Intinya pelanggaran sebaiknya tidak dilakukan penahanan atau diterapkan hukuman badan, tetapi pembinaan.
Agar pelaku memperoleh bekal untuk menyambung hidup mereka. Jika diterapkan hukuman badan, maka tujuan penegakan hukum dalam perkara tersebut sulit tercapai, karena bisa saja setelah keluar mereka akan mengulangi lagi," ucapnya.
Prof Slamet Sampurno menambahkan dengan menerapkan metode pembinaan maka tujuan hukum dapat juga berjalan, keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Khususnya kemanfataan dapat berjalan. Di mana salah satu unsur tujuan hukum dapat berjalan, secara signifikan tujuan hukum dapat tercapai.
"Dibutuhkan peran pemerintah kota dan daerah, agar lebih fokus dalam menangani masalah ini. Dinas sosial harus lebih konsen, membuat metode penanganannya, anggaran yang ada digunakan secara maksimal. Jangan ada alasan anggaran tidak ada atau tidak cukup, mungkin perlu melibatkan pihak swasta dalam menyelesaikan masalah ini," kuncinya.