Siapa yang menginspirasi dia melahirkan inovasi ini? Rupanya Atto hanya memperkaya wawasannya dengan banyak membaca berbagai literasi yang ada.
“Saya pernah membaca salah satu referensi bahwa ternyata di negara Jepang itu, orang tua siswa tidak pernah bangga kalau anaknya dapat nilai 10, tapi justru mereka malu kalau anaknya datang terlambat ke sekolah. Ini artinya apa? Bahwa nilai kejujuran itu sangat penting. Prinsipnya adalah, lebih baik dapat nol tapi kita sendiri yang kerjakan, ketimbang dapat 10 tapi orang lain yang kerjakan. Ini adalah pendidikan karakter yang sangat baik, yang harus kita tanamkan kepada anak-anak kita,” papar dia.
"Diibaratkan sebuah rumah, kalau pondasinya bagus dan kuat, insya Allah akan tetap kokoh sampai kapan pun,” ujarnya menambahkan.
Hal menarik lainnya adalah, bahwa ternyata inovasi Rompi KPK sudah sampai di telinga salah satu Komisioner KPK, Saut Situmorang.
Atto mengungkapkan, inovasi ini pernah ia utarakan di hadapan Wakil Ketua KPK tersebut dalam acara Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2019 lalu.
“Inovasi ini pernah saya sampaikan ke salah satu komisioner KPK, Saut Situmorang, di Depok, Jawa Barat. Pada saat itu acara rembuk nasional, di mana beliau sangat mengapresiasi. Satu pesan beliau bahwa rompi ini jangan sebagai media hukuman, tapi sekadar media edukasi saja, karena psikologis anak masih rentan terhadap segala bentuk hukuman karena nanti bisa menjadi bahan bully-an teman-temannya,” ucap dia.
Nah, berapa anggaran yang dibutuhkan untuk inovasi ini? Ia membeberkan, inovasi ini tak butuh biaya banyak. Kata dia, hanya pembuatan rompi dan bordir sulamnya yang butuh biaya. Itu pun tak seberapa, hanya Rp 25 ribu untuk satu rompi.