"Masalahnya ada di mana? Ada pada transparansinya. Selama ini pemerintah atau pihak terkait tidak pernah melibatkan masyarakat lingkungan. Itu salah satu cermin tidak transparannya penaataan ruang hijau kita," kata Ketua FKH Makassar, Ahmad Yusran.
Berbicara kompensasi tanaman, kata dia, biasanya ada yang disebut peta tematik. Peta tematik ini merupakan kerangka penanaman. Di mana, dalam peta itu ada luasan lahannya. Hingga konsep yang akan diterapkan di lahan tersebut.
Faktanya, kata dia, sejauh ini tidak ada transparansi dalam hal kompensasi yang dimaksud. Kompensasi tanaman atas penebangan pohon akibat pembangunan. Apabila pemerintah mengklaim sudah melakukannya, maka hal itu perlu dipertanyakan.
"Itu bisa jadi jawaban monster. Kalau memang klaim itu betul, maka coba dibuktikan. Sebab, apabila dilakukan sesuai prosedur, maka RTH akan bertambah. Bukan berkurang seperti saat ini. Justru sekarang yang ada bangkitan kumuh," katanya.
Bangkitan kumuh, diakuinya, muncul dikarenakan minimnya atau rendahnya pemahaman masyarakat akan lingkungan. Belum ada kesadaran akan pentingnya menghirup udara segar. Ambil contoh, press ban yang berada di bawah pohon. Di mana, seluruh limbahnya dibuang ke pohon.
Juga, kehadiran PKL di pedestrian kian membuat semrawutnya masalah ruang terbuka hijau. "Masyarakat kan punya hak berjalan di pedestrian. Di bawah pohon rindang dan menghirup udara segar. Sekarang, bangkitan kumuh di pedestrian kian memperparah masalah kota. Apalagi parkir di pedestrian," tegasnya.