“Astagfirullah... Astagfirullah... Astagfirullah”.
Makkawali mencoba untuk mengatur nafas, dirinya mencoba menafsirkan bunga tidur yang Ia alami. Ditatap sekelilingnya, pasien-pasien dan keluarganya sibuk masing-masing, namun ada yang aneh di atas jeda jendela. Seekor kalong yang bergelantung di sana.
Impus dan selangnya dicabut, hingga Makkawali meminta untuk beristirahat di rumah. Makkawali berjalan menuju rumah berpapasan dengan I Manre, salah satu dukun sakti. I Manre menatap dalam-dalam mata Makkawali, bukan hanya mata, tetapi tubuh Makkawali yang mulai dari ujung rambut hingga kaki. Lalu mengatakan kalau Makkawali baru saja bersetubuh dengan ratu kelelawar hingga dirinya merasakan sakit ketika bergerak.
Darahnya menyatu dengan darah ratu kalong, dan kemungkinan setiap bulan purnama, Makkawali akan didatangi sekumpulan kelalawar, namun tak menyerang lagi mereka hanya menghiasi dinding-dinding rumah Makkawali, sebab dirinya dianggap sebagai raja dari kelelawar itu.
Geram Makkawali mendengar pernyataan I Manre dukun sakti itu, "Ah tidak, kau berbohong!" Makkawali mendorong dukun itu dan berlari ke luar Rumah sakit.
***
Purnama Zulhijjah, Makkawali kembali menompa sanregonya di balai-balai, di bawah rumah panggungnya. Dari arah barat pekikan kelalawar terdengar sayup-sayup dan semakin lama semakin terasa dekat serta suara itu semakin jelas terdengar, Makkawali teringat kalimat yang dilontarkan dukun itu, bahwa ketika bulan purnama sekumpulan kelelawar akan datang bergantungan di rumahnya.