“Bagaimana mau urus jabatan fungsional, jika kerjanya hanya mengajar, lalu fokus ke tugas lain di luar kampus,” jelasnya.
Tipe kedua, lanjut Jasruddin, dosen yang sebenarnya melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, tapi tidak mendokumentasikan kegiatannya.
“Saya pernah ketemu dengan dosen dari Malaysia, ia menulis CV 350 halaman. Semua yang dia lakukan ditulis dan terdokumentasi secara baik. Kalau kita, diundang orasi ilmiah, CV-nya paling banyak 3 halaman. Kita sering abai mendokumentasikan apa yang kita lakukan. Saat ditanya mana dokumennya, kita lupa simpan dimana,” jelas Jasruddin, disambut tawa peserta.
Ketiga, tipe dosen yang melaksanakan Tri Dharma dan mendokumentasikan. “Tipe ini yang biasanya cepat jadi Guru Besar. Ada yang sinis, bilang itu ji naurus. Padahal, memang begitulah seharusnya dosen,” tambah Jasruddin.
Kepala LLDIKTI Wilayah IX ini juga menyebut tipe keempat, dosen yang mengumpulkan sebanyak-banyaknya angka kredit, tanpa peduli halal maupun tidak. “Jangan juga jadi dosen model seperti itu,” pesan Jasruddin.
Selanjutnya, Jasruddin memanggil para dosen secara berturut turut, dosen yang masih bertstatus tenaga pengajar, asisten ahli hingga Lektor Kepala untuk maju ke depan.
Kepala LLDIKTI ini melakukan wawancara singkat, alasan para dosen tersebut belum mengurus jabatan fungsional, atau belum mengurus kenaikan jafung. Malah, Jasruddin memberi tantangan, dosen yang memasukkan berkas paling lambat 21 Juli 2021, akan diberikan akselerasi pelayanan khusus.
“Akselerasi jangan disalahpahami, atau bahkan disebut melanggar. Persyaratan cum tetap wajib dipenuhi, yang diakselerasi hanya percepatan pelayanan,” pungkasnya.