FAJAR.CO.ID, JAKARTA- Naskah Lontara' Duri kini dalam proses penerbitan kembali oleh Syukur Foundation. Penyusunan naskahnya dahulu diprakarsai dan dipimpin ilmuwan/akademisi, almarhum Prof Syukur Abdullah di era 1980-an.
Lontara' Duri merupakan epos yang menceritakan asal-muasal orang Duri. Juga berisi pesan luhur tentang cara merawat hubungan manusia dengan manusia serta alam. Duri merupakan sebutan untuk salah satu sub-etnis di kabupaten Enrekang, Sulsel.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI, Hilmar Farid mengapresiasi upaya penerbitan kembali Lontara' Duri ini. Menurutnya, Lontara' Duri ini akan menjadi akses ke masa lalu terkait identitas masyarakat Duri. Juga menjadi sebuah pengakuan bahwa Duri berdiri sendiri. Bukan bagian dari Toraja atau Bugis.
"Namun diharap ini tidak menjadi beban. Apalagi bila ada semacam perlombaan tidak resmi mau menjadi (etnis) paling tua, paling unik dan sebagainya sehingga hubungan antarkomunitas menjadi terabaikan," ungkapnya saat menjadi narasumber webinar kebudayaan Lontara' Duri sebagai Kekayaan Indonesia, Sabtu (23/10/2021).
Kata dia, hubungan antarkomunitas penting karena Nusantara sungguh beragam. Bukan seperti China yang sifatnya imperium dengan sejumlah mahakaryanya. Namun Nusantara ini dibentuk dari komunitas-komunitas kecil yang mendiami 6 ribu pulau yang berpenghuni. Seperti Duri ini, small scale society dinamis yang kemampuannya berbeda.
"Misalnya jika dibandingkan dengan warisan Tembok Besar China atau Candi Borobudur. Namun bukan berarti tidak signifikan. Justru di masa sekarang komunitas kecil ini yang jadi perhatian karena punya resiliensi lebih baik terhadap perubahan iklim dibanding komunitas besar," tuturnya.