FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengomentari operasi kegiatan tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak empat kali, pada awal tahun 2022. Lembaga antirasuah menggelar OTT di berbagai daerah yang menyasar kepala daerah dan aparat penegak hukum, dalam hal ini hakim dan penitera pengganti.
“Untuk menilai kinerja penindakan KPK, selain persoalan kuantitas, harus juga melihat bagaimana kualitas penanganan perkaranya,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Minggu (23/1).
Melihat dari penanganan perkara ketika KPK meringkus dua Menteri, yakni Edhy Prabowo dan Juliari P Batubara. Tak dipungkiri, banyak pihak mengapresiasi kinerja lembaga antirasuah tersebut. Namun, seiring perjalanan waktu, ternyata banyak ditemukan kejanggalan yang berujung pada lambatnya penanganan, ketidakmauan mengembangkan perkara, hingga pemberian tuntutan ringan.
Meski demikian, ICW meyakini empat OTT KPK merupakan buah dari hasil kerja keras para Penyelidik yang layak untuk diapresiasi. Ke depan, tentu ICW berharap tidak ada intervensi dari pihak mana pun, termasuk pejabat tinggi KPK, sebagaimana sering terjadi dan terlihat dalam beberapa perkara sebelumnya.
“Selain itu, ICW turut mengingatkan kepada KPK, selain OTT, lembaga antirasuah itu juga harus membuka lembar perkara lama yang belum dituntaskan, misalnya, korupsi bansos. Sebab, hingga saat ini KPK terkesan enggan mengembangkan lebih lanjut perkara itu,” tegas Kurnia.
Sebagaimana diketahui, pada awal tahun 2022, tepatnya 5 Januari 2022 KPK menangkap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi atas kasus dugaan suap terkait proyek dan lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi. Selain Rahmat Effendi, KPK juga menetapkan delapan orang lainnya sebagai tersangka terkait kasus tersebut.