“3.000 hektare itulah yang hingga saat ini kita kelola, sementara sisanya 2.230 hektare menjadi tanggung jawab Pemkab Enrekang. Itulah yang saat ini menjadi bagian dari Kawasan Kebun Raya, PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), KIWA (Kawasan Industri Maiwa), SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), TPA (Tempat Pembuangan Akhir), dan lainnya. Namun, pada dasarnya 5.230 hektare itu, termasuk yang dikelola Pemkab Enrekang itu, tetap menjadi hak kami sesuai HGU pertama,” katanya.
Hanya saja, kata dia, setelah jatuh tempo HGU belum dikeluarkan hingga saat ini, karena ada permasalahan pada luas lahan. Seharusnya, pada saat itu yang dimohonkan HGU oleh PTPN seluas dengan lahan pemerintah pusat 5.230 hektare yang sebelumnya telah dikelola. Bukan hanya 3.000 hektare seperti pada kesepakatan pembagian dengan Pemkab Enrekang saat itu.
Sehingga, saat itu Badan Pertanahan Nasional (BPN) merekomendasikan HGU untuk sementara ditangguhkan, karena perlunya pelengkapan administrasi. Namun, hak PTPN XIV, kata Jemmy Jaya, sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola aset milik negara tetap ada dalam mengelola lahan itu.
“Jadi tidak ada ilegal di sini, karena semua tertera dalam administrasi, baik dari BPN maupun dalam kesepakatan bersama Pemkab Enrekang,” bebernya.
“Kami (PTPN XIV) adalah perusahaan milik negara, jadi kami ini taat hukum. Kami ke Enrekang, niatnya kami datang membangun dan memajukan perekonomian daerah, dan masyarakatnya, bukan malah datang menggusur dan menyusahkan masyarakat,” tambah Jemmy Jaya.