FAJAR.CO.ID, KIEV -- Seorang perempuan hamil dibawa dengan tandu melewati reruntuhan bangunan. Wajahnya pucat dan satu tangannya memegangi perutnya. Dia adalah salah seorang korban selamat dari pengeboman rumah sakit ibu dan anak di Mariupol pada Rabu (9/3) oleh tentara Rusia. Ada 17 orang luka dan 3 tewas. Salah seorang korban meninggal adalah anak-anak.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut pengeboman di rumah sakit itu adalah bukti nyata genosida. RS tersebut memiliki 600 tempat tidur yang terdiri atas bangsal anak dan ibu melahirkan. Dia pun kembali mendesak agar diterapkan zona larangan terbang di atas wilayah Ukraina. Namun, NATO, AS, dan berbagai pihak lain menolak. Mereka tak ingin terlibat langsung dengan perang di Ukraina karena hal itu justru bisa memperburuk situasi.
RS dan beberapa titik yang diserang Rusia merupakan jalur evakuasi. Imbas dari serangan tersebut, proses evakuasi tidak maksimal. Gencatan senjata tidak mulus seperti harapan. Saat ini pasukan Rusia kian mendekat ke Kiev. Se-paro warga sipil di ibu kota Ukraina itu sudah mengungsi.
Sejatinya ada aturan spesifik dalam perang. Penduduk sipil, petugas medis, kendaraan medis, dan rumah sakit tidak boleh diserang. Namun, sejak perang pecah 24 Februari lalu, Rusia berkali-kali melanggar aturan tersebut.
Berdasar data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sudah ada 24 serangan ke fasilitas medis di Ukraina selama 24 Februari–8 Maret. Hal itu memverifikasi kebenaran data tersebut.
Serangan Rusia mengakibatkan 12 orang meninggal dan 17 luka. Sebanyak 8 korban luka dan 2 korban tewas adalah petugas medis. Serangan di RS Mariupol itu adalah yang ke-25.