FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Wasekjen Partai Demokrat Jovan Latuconsina mengatakan, wacana perpanjangan kekuasaan yang terus digaungkan oleh sejumlah pihak diduga sebagai salah satu upaya untuk menghindari pergantian kekuasaan pada Pemilu 2024 nanti.
“Pemilu 2024 belum dilaksanakan, tapi ada yang sudah mengalami post power syndrome (sindrom paska kekuasaan). Ini namanya Pre-Post Power Syndrome. Jadi belum selesai kekuasaan, sudah takut kehilangan kekuasaan,” ujar Jovan dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com, Minggu (13/3).
Padahal, lanjut Jovan, salah satu agenda besar reformasi, yakni membatasi kekuasaan. Cukup dua periode. Tanpa perpanjangan jabatan, tanpa tiga periode, tanpa tunda Pemilu.
“Bahkan pasca reformasi, alih-alih tunda Pemilu, yang ada justru malah percepatan Pemilu. Lah sekarang dengan kondisi KPU yang jauh lebih baik dan pengalaman, kenapa kita berpikir tunda Pemilu,” kata Jovan.
Jovan juga menambahkan, kalangan yang getol mengkampanyekan penundaan pemilu harusnya bisa mempertimbangakan ketegasan sikap Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketum Nasdem Surya Paloh untuk menolak penundaan Pemilu dan wacana Presiden tiga periode.
“Beliau-beliau ini tahu betul konsekuensi dari menghianati demokrasi ini. Rakyat bisa jadi korban. Bukan tidak mungkin TNI Polri akan dijadikan alat untuk membungkam ketidaksetujuan rakyat,” ujarnya.
Lebih lanjut Jovan juga menjelaskan, pergantian kekuasaan adalah sesuatu yang alamiah dalam sejarah dan sudah dijamin dalam konstitusi negara. Khawatirnya, jika ini diutak-atik terus dengan berbagai alasan, sejarah tahun 1998 mengajarkan bahwa rakyat bisa melakukan koreksi dengan sendirinya.