FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Harga pupuk non subsidi melonjak tajam sejak awal 2022. Kenaikannya mencapai 100 persen. Penyebab utamanya, mekanisme pasar.
Mekanisme pasar yang dimaksud yakni harga internasional, ketersediaan bahan baku dan pembatasan. Tren kenaikan harga pupuk non-subsidi itu sudah berlangsung sejak Oktober 2021.
Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian, Mohammad Hatta menyebut, harga pupuk non subsidi yang kian melejit ditengah pandemi dipicu harga gas alam dunia yang naik 66,67 persen selama setahun terakhir.
Gas alam adalah komponen vital untuk suplai energi dunia dan merupakan sumber penting untuk produksi baik bahan bakar maupun ammonia yang menjadi bahan baku produksi pupuk.
“Kenaikan harga gas alam akibat dari penurunan produksi amnonia secara global,” kata Hatta disela-sela acara adat di Kawasan Museum Balla Lompoa, Gowa, Kamis (17/3/2022).
Akibat kenaikan harga gas alam dunia, menyebabkan penurunan ammonia secara global yang menjadi bahan baku pupuk Urea dan ZA.
“Bahan pembantu dan penolong tidak tersedia di Indonesia Kedua pembatasan ekspor produsen pupuk,” lanjut Hatta.
Indonesia kata Hatta, sangat tergantung pada bahan baku yang di impor dari luar negeri.
Sebagai contoh, pupuk NPK Indonesia hamper 75 persen bahan bakunya diimpor karena Indonesia hanya tersedia bahan baku N (Nitrogen) saja.
“Ditambah China melakukan pembatasan ekspor pupuk hingga Juni 2022 karena pembatasan ekspor produsen,” tuturnya.
Berdasarkan catatan Serikat Petani Indonesia (SPI) harga pupuk Urea non subsidi sudah mencapai Rp560.000 per sak. Saat situasi normal harga pupuk itu berada di posisi Rp265.000 hingga Rp285.000 per sak.