APBN sebagai manifestasi kedaulatan rakyat yang dilembagakan untuk redistribusi, gagal menjadi indikator pemersatu bangsa. Nilai jumbo anggaran negara, tidak banyak yang betul-betul sampai kepada rakyat yang membutuhkan. Bahkan akumulasi utang yang semakin mencemaskan, tidak bisa menyelesaikan malapraktik pengelolaan anggaran negara.
Gairah gerakan mahasiswa yang kembali bangkit setelah lama dinanti, tentu saja layak kita harapkan mengoreksi arah bangsa yang melenceng. Meski upaya ini akan menghadapi ujian. Apalagi pergerakan mahasiswa sempat dianggap mati suri. Lantaran banyak isu penting yang dilewatkan tanpa perlawanan berarti. Belakangan terjadi degradasi gerakan. Ditandai oleh elit organisasi mahasiswa sowan ke Istana Negara. Ritual yang pantang dilakukan oleh gerakan moral. Sebagai moral force, mahasiswa dituntut berada di barisan gerakan yang memilih tetap berdiri di atas aspirasi murni dari rakyat.
Kini, almamater perjuangan dikenakan. Agen perubahan turun ke jalan. Menggelar mimbar-mimbar demokrasi. Lantang berorasi. Menyuarakan aspirasi. Menyoroti ancaman terhadap mandat reformasi. Melawan ambisi penundaan pemilu dan perpanjangan periode jabatan presiden yang menghianati konstitusi.
Gugatan dari seantero penjuru negeri menjadi peringatan terakhir sebelum mandat reformasi dan cita-cita demokrasi dimakamkan di pelataran pusara kekuasaan. Peringatan ini mungkin tidak datang dua kali. Karena wacana penundaan pemilu dan penambahan jabatan presiden adalah makar terhadap konstitusi. UUD NRI 1945 hanya mengenal lima tahun masa jabatan Presiden. Dibatasi dua periode. Dimotori oleh mahasiswa, rakyat akan bergerak jika agenda penghianatan itu berlanjut.