Sulit bagi Muslim Prancis Memilih Capres Jelang Pilpres, Semua Kandidat Islamofobia

  • Bagikan
Ilustrasi. (int)

Selama lima tahun terakhir, pemerintah Macron telah mengesahkan sejumlah undang-undang dan aturan untuk mengatasi ekstremisme agama dan menjaga nilai-nilai sekuler nasional. Namun hal itu telah membuat banyak Muslim seperti Troadec merasa bahwa islamofobia sedang bangkit.

Rekan Troadec, Sherazade Rouibah, mengatakan dirinya tahu bahwa tawaran Macron kepada pemilih Muslim dalam dua putaran pemilihan bersifat sinis.
Macron pekan lalu memberi ucapan selamat kepada seorang wanita muda Muslim di Strasbourg yang mengenakan hijab karena menyebut dirinya seorang feminis.

"Ini seperti, 'Oh, selama lima tahun Anda menentang kami, dan kini Anda tertarik dengan suara kami?' Dan yang terburuk adalah kami memilihnya karena Le Pen lebih buruk daripada dia," kata Rouibah sambil tertawa.

Jajak-jajak pendapat menunjukkan kecil peluang Le Pen memenangi pemilihan pada Minggu tapi bukan tidak mungkin. Pada 2017, ketika kedua kandidat saling berhadapan, Macron mengalahkan Le Pen dengan 66,1 persen suara. Yang jelas, tidak semua pemilih Muslim akan memberikan suara kepada Macron.

Persepsi bahwa Macron telah mengadopsi kebijakan sayap kanan dalam ekonomi dan politik identitas, bahwa dia "presiden kaum berada" dan jauh dari rakyat akan mendorong sebagian orang untuk memilih Le Pen, dan sebagian lainnya tidak memberikan suara.

"Ada orang yang akan memilih dia (Le Pen) dan yang mengatakan demikian," kata Troadec.

Di sebuah masjid di Villeurbanne, kawasan multietnik di pinggiran kota Lyon, Hedi Baiben, mengatakan banyak jamaah merasa berat untuk memilih Macron, bahkan jika menurutnya pilihan yang masuk akal adalah memilih yang bukan sayap kanan.

  • Bagikan