Tetapi, bukankah sudah ada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)? Itu dia masalahnya. Sejauh ini, masyarakat muslim sendiri tampaknya belum juga percaya sepenuhnya pada lembaga itu. Terbukti, masih banyak ummat Islam tetap memilih mengelola sendiri zakat, infaq, dan sadaqahnya. Andi Amran Sulaiman, misalnya, mendirikan AAS Foundation untuk mengelola zakat, infaq, dan sadaqah pribadi dan keluarganya.
Sesampainya di seberang jalan, karena masih cukup waktu, saya tidak langsung ke tujuan, tapi mampir dulu di AAS Building, bermaksud menemui Rezky Mulyadi, Direktur Andi Amran Sulaiman (AAS) Foundation. Eky, begitu ia dipanggil, adalah sosok yang dipercaya oleh AAS untuk mengelola zakat, infaq, dan sadaqah keluarganya, dan mungkin juga dana CSR perusahaannya.
Mengapa orang seperti AAS condong memilih mengelola infaq dan sadaqahnya melalui sebuah yayasan yang didirikannya sendiri? Menurut Eky, itu lebih pada masalah efisiensi dan efektifitas saja. Dengan mengelola sendiri, maka sasaran penerima manfaat dapat dipastikan secara lebih meyakinkan. Itu sebabnya, mulai dari pengumpulan data penerima manfaat, distribusi bantuan, hingga monitoring dan evaluasi, semua dilakukan Eky secara detil dan saksama.
Apakah dengan begitu, AAS Foundation tidak lagi membutuhkan kerja sama dengan pihak lain?
“Bukan begitu. Kerja sama dengan pihak lain tetap saja kita perlukan. Sebab tidak mungkin semuanya kami kerjakan sendiri. Bayangkan, bingkisan ini saja jumlahnya 10.000 ribu paket. Lantas, bagaimana kami mendistribusikannya sendirian? Oleh karena itu, kami sangat berterima kasih kalau Seblak Naga juga mau ikut membantu mendistribusikan bingkisan ini,” Urai Eky sembari menawariku.