Oleh : Rohani
(Mahasiswi Pascasarjana Ilmu Administrasi Publik Unismuh Makassar)
Dunia semakin berubah seiring maju dan berkembangnya zaman dari waktu ke waktu. Perubahan itu juga terlihat di Indonesia yang diawali dengan runtuhnya orde baru melalui Peristiwa Reformasi 1998. Peristiwa ini telah menandai awal dari sebuah era baru dalam sejarah Indonesia. Era ini dipandang sebagai awal periode demokrasi dengan perpolitikan yang lebih terbuka dan liberal. Dalam era baru ini pula otonomi yang luas kemudian diberikan kepada daerah dan tidak lagi dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat (desentralisasi). Dasar dari transisi ini dirumuskan dalam Undang-Undang kala itu yang disetujui oleh parlemen dan disahkan Presiden Indonesia di tahun 1999 yang menyerukan transfer kekuasaan pemerintahan dari Pemerintah Pusat ke pemerintah-pemerintah daerah.Otonomi daerah ini akhirnya menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Daerah dalam merencanakan, melaksanakan termasuk melakukan evaluasi dalam upaya pembangunan daerah tentu dengan memegang kerangka besar acuan pembangunan Nasional yang disusun dan diintegrasikan pula dengan program dunia melalui Millennium Development Goals (MDGs) atau diterjemahkan menjadi Tujuan Pembangunan Milenium yakni sebuah paradigma pembangunan global, dideklarasikan Konferensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000, belum tuntas MDGs, lalu program ini berganti menjadi SDGs sebagai bagian dari melanjutkan tujuan MDGs yang belum selesai dalam rentang waktu 2000-2015 yang lalu, SDGs ini difahami oleh suatu Negara termasuk Indonesia sebagai agenda pembangunan dunia yang bertujuan untuk kesejahteraan manusia secara global tanpa meninggal satu orangpun. Agenda tersebut merupakan program pembangunan berkelanjutan dimana didalamnya terdapat 17 tujuan dengan 169 target yang terukur dan telah disepakati oleh 193 negara anggota termasuk Indonesia.