Praktis, pembangunan irigasi tidak bisa direalisasikan. Malah yang dirugikan adalah petani karena penantiannya bertahun-tahun mendapat suplai air untuk lahan persawahannya kembali kandas.
Namun, PUPR bersama Camat dan aparat setempat akan berupaya mencari solusi agar proyek ini tetap terlaksana demi mengaliri 200 hektare sawah milik petani. Terlebih lagi, perjuangan untuk mendapatkan anggaran tersebut tidak mudah. Bahkan, hanya Sinjai di Indonesia Timur yang mendapat anggaran irigasi tahun ini, maka polemik ini akan diretas agar anggaran tidak dikembalikan.
"Semoga pengembalian tidak terjadi, kami tetap berusaha mencari solusi, jangan sampai hanya segelintir orang yang mungkin mempunyai kepentingan lain atau terprovokasi oleh orang yang mungkin punya maksud lain sehingga merugikan masyarakat," tambahnya.
Sementara itu, Camat Bulupoddo, Syahrul Paesa menambahkan, penolakan pembangunan irigasi oleh pemilik lahan karena adanya beberapa hal yang tidak dipahami. Termasuk adanya permintaan ganti rugi lahan.
Oleh karena itu, ia bersama tripika, kepala desa, dan aparat kewilayahan akan melakukan komunikasi kepada masyarakat. Apalagi, irigasi ini nantinya berdampak positif kepada masyarakat. "Kami anggap tidak ada masalah, makanya kami masih melakukan negosiasi supaya ada titik temu antara masyarakat dan pemerintah," tutupnya. (sir)