Belum lagi pengelolaan kerap kali semrawut, sehingga sangat minim pedagang yang menggunakan lods yang disediakan oleh pihak ketiga.
"Jadi hampir sama semua yang dikelola oleh pihak ketiga, nda jauh beda ji (semrawut), dan tidak menguntungkan Pemkot," jelasnya.
"Lebih bagus dikelola Perumda, Kalau kita di Perumda kita harapnya begitu, supaya itu uang masuknya ke Pemkot mi," ucapnya.
Diketahui kasus korupsi pasar butung berawal dari terungkapnya uang setoran yang diberikan ke pengelola rupanya tidak disetorkan ke pemilik gedung.
Padahal sewa lods di kawasan grosir terbesar di Indonesia Timur itu tak kecil, dimana pedagang sempat sesumbar terkait nominal yang mereka rogoh pertahunnya, mulai dari Rp90 hingga 100 juta per lodsnya.
Sebelumnya wacana evaluasi adendum kerjasama aset tersebut telah dilayangkan sejumlah pihak, salah satunya datang Anggota Komisi B DPRD Makassar, William Laurin.
"Ini termasuk melihat kembali perjanjian kontrak, jika ada hal yang merugikan pedagang, maka dapat dilakukan adendum," terangnya.
Anggota Komisi B DPRD Kota Makassar, Syamsuddin Raga juga menilai kerjasama ini memang cukup merugikan bagi sebagian pihak, makanya perlu dievaluasi kembali. Namun demikian ini tak bisa sertamerta dijadikan alasan kerjasama dihentikan.
Terutama karena sebagian besar aset gedung yang dibangun itu adalah dari pihak ketiga.
"Jadi tidak sembarangan, kalau bosnya ditangkap kan itu cuma satu orang, ada perusahaan di situ," pungkasnya. (selfi/fajar)