FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Ada peluang reshuffle kabinet sebelum Pemilu 2024. Hanya saja, langkah itu bisa membuat blunder.
Atas alasan itu, Presiden RI Joko Widodo perlu berhitung cermat soal dampak reshuffle jika dilakukan dengan pertimbangan politik. Pasalnya, langkah itu justru bisa memberi sentimen positif bagi lawan.
Secara teori, apa pun alasannya, reshuffle adalah hak presiden. Namun, perlu juga dilihat apa dampak jika dilakukan rehuffle di tahun menuju pemilu saat ini.
Nah, jika reshuffle dilakukan dengan dalih kecewa pada Nasdem, itu berpeluang blunder.
Sebaliknya, bagi Nasdem hal itu bisa menjadi sentimen positif terhadap elektoratnya. Bisa saja, Nasdem akan "memanen" efek terzalimi, sehingga diuntungkan pada Pemilu 2024.
''Itu presiden kasih panggung Nasdem. Bisa nembus tiga besar,'' ujar Hendri Satrio, pengamat politik yang juga Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI dalam diskusi Rabu, 28 Desember.
Sejarah politik Indonesia menunjukkan sisi emosional sangat berpengaruh. Terutama penentuan sikap politik masyarakat. ''Karena (bisa) dianggap partai yang dizalimi,'' imbuhnya.
Apalagi, secara logika "kemarahan" pada sikap Nasdem kurang tepat. Sebab, komitmen untuk berkoalisi pasca Pemilu 2019 dengan keputusan Nasdem mengusung Anies Baswedan untuk Pemilu 2024 merupakan momentum berbeda.
Baginya, tidak ada kewajiban bagi partai dalam sebuah koalisi untuk selalu bersama dari pemilu ke pemilu.
''Kalau presiden tersinggung dengan Nasdem dan diganti, itu mencoreng level kenegarawanan,'' kata Hendri Satrio.