Untuk wilayah Makassar, sebagai wujud antisipasi efek buruk dari banjir ini, pemerintah telah
mengeluarkan surat himbauan bagi warga dan siswa agar melaksanakan aktivitas kerja kantor dan
proses belajar mengajar lewat jalur luring saja atau work from home (WFH), sebuah istilah yang
dikenal pada awal dunia ini dilanda wabah covid-19. Selain itu juga kita dengar dan baca di
sejumlah media akan ada gerakan “revolusi dranaise” dan himbauan “evakuasi mandiri” kepada
warga masyarakat.
Di era modern saat ini, ketika banjir melanda, masyarakat sering menggunakan media sosial seperti
Facebook, TikTok, Twitter, Instagram untuk membagikan informasi dan ekspresi mereka.
Bersilweran konten-konten lucu dan satir dishare pada sejumlah group WhastApp, TikTok dan
wall beranda Facebook. Semisal konten yang memuat adengan warga yang sedang berenang di
halaman rumahnya lengkap dengan perlengkapan snorkelingnya, atau mengubah teks lagu
sepanjang jalan kenangan menjadi sepanjang jalan genangan sambil memperlihatkan situasi jalan
Pettarani yang tergenang air, atau slogan Makassar menuju world city diplesetkan menjadi “water
city” dan lain sebagainya.
Prilaku masyarakat di media sosial ini menjadi fenomena dan dinamika sosial yang dapat
mempengaruhi situasi dan kondisi selama terjadinya banjir. Fenomena semacam ini sebenarnya
cukup umum dan lumrah terjadi di berbagai daerah ketika masyarakat menghadapi masalah sosial
yang serius seperti banjir. Kencendrungan masyarakat menggunakan media sosial sebagai sarana
untuk mengungkapkan perasaan mereka terkait masalah tersebut. Mungkin sangking cemasnya,
sehingga mereka mencoba untuk mengurangi beban tersebut dengan cara memproduksi kontenkonten lucu atau satir terkait kondisi yang mereka alami.