Senada dengan itu, Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Alauddin, Rosmini Amin, turut membenarkan pentingnya hak korban. Sejak adanya laporan kepada pihaknya, ia mengaku telah bekerja sesuai SOP.
“Saya sudah bilang ke korban kalau butuh konseling. Dia tahu, di ULT (Unit Layanan Terpadu Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual) ada divisi konseling, kalau butuh itu saya kasi ketemuki. Kalau nda bisa ketemu via telepon, tapi yah mungkin mereka belum terlalu membutuhkan,” terangnya.
Soal pemberhentian terhormat pelaku, ia sendiri sebenarnya menyayangkan.
Pasalnya, pelaku diberhentikan oleh pihak fakultas karena menindaklanjuti surat pengunduran diri. Bukan karena kasus pelecehannya.
Rosmini menjelaskan penyebabnya. Mulanya, korban melapor ke pihak PSGA, setelah itu kasus diserahkan ke Komisi Penegakan Kode Etik (KPKE). Pelaku beberapa kali dipanggil KPKE tapi mangkir. Sementara kasus diproses, pihak fakultas terlebih dahulu memberhentikan pelaku.
“Makanya saya bilang itu hari, kenapa tidak ditunggu. Dia (pihak fakultas) kasi keluar, saat berproses di KPKE…. Padahal dia (pelaku) mengundurkan diri karena dia sudah tahu dirinya sudah dipersoalkan,” jelasnya.
Sementara itu, Divisi Pendampingan ULT UIN Alauddin Makassar, Rahman Syamsuddin, mengatakan, kampus telah melakukan penindakan terhadap pelaku sebagaimana seharusnya.
“Sebenarnya, internal UIN sudah tegas beri sanksi, kalau korban merasa betul dirugikan, lanjut pidana,” pungkasnya. (Arya/Fajar)