FAJAR.CO.ID - Kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah yang saling berhubungan. Stunting pada anak merupakan dampak dari defisiensi nutrient selama seribu hari pertama kehidupan. Hal ini menimbulkan gangguan perkembangan fisik anak yang irreversible, sehingga menyebabkan penurunan performa kerja.
Anak stunting memiliki rerata skor Intelligence Quotient (IQ) sebelas poin lebih rendah dibandingkan rerata skor IQ pada anak normal. Gangguan tumbuh kembang pada anak akibat kekurangan gizi bila tidak mendapatkan intervensi sejak dini akan berlanjut hingga dewasa.
Menurut buku ringkasan “100 Kabupaten/Kota Prioditas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting)” yang disusun oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TTNP2K) menjelaskan bahwa stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi kondisi stunting baru Nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Di Indonesia sekitar 37% (hampir 9 juta) anak balita mengalami stunting (Riset Kesehatan Dasar / Riskesdes 2013) dan di seluruh dunia, Indonesia adalah negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar. Sedangkan data WHO menyebutkan bahwa rata-rata prevalensi balitastunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 35,4% dan Indonesia menduduki peringkat ketiga di Asia Tenggara dengan prevalensi tertinggi.