“Produk garmen dari Lapas Makassar ini kualitasnya tidak perlu diragukan lagi. Selain membekali warga binaan dengan keterampilan, program ini juga dapat meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi Lapas,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia berharap agar seluruh Lapas, LPKA, dan Rutan di Sulawesi Selatan dapat mengadopsi program serupa.
Ia menekankan pentingnya kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan agar pembinaan WBP dapat berkembang lebih luas.
Sementara itu, Kepala Lapas Kelas I Makassar, Sutarno, menjelaskan bahwa sebelum mengikuti program ini, WBP terlebih dahulu harus melewati proses asesmen oleh tim seleksi Lapas.
“Asesmen ini dilakukan oleh Sub Kegiatan Kerja dan Sub Pembinaan. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi antara lain status sebagai narapidana, kondisi fisik yang sehat, serta memiliki motivasi yang kuat untuk belajar,” kata Sutarno.
Selain itu, WBP yang mengikuti program ini tidak boleh pernah mengikuti pelatihan kemandirian sebelumnya.
Setelah lolos asesmen, mereka menjalani pelatihan menjahit dan keterampilan lainnya.
“Setiap bulan, para WBP ini akan dievaluasi untuk memastikan perkembangan keterampilan mereka,” tandasnya.
Pabrik garmen di Lapas Kelas I Makassar sendiri telah beroperasi selama lima tahun. Program ini merupakan hasil kerja sama antara Lapas Makassar dengan CV Amura Pratama.
Selain memproduksi pakaian jadi, pabrik ini juga telah menghasilkan berbagai produk lain seperti masker dan alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kesehatan.