Saweringading sangat khawatir akan nasehat saudara kembarnya. Karena untuk berlayar ke tanah Cina perahu tidak memungkinkan, hal ini lantaran perahu Saweringading sudah sangat tua dan rapuh. Untuk itu We' Tenri Abeng menyarankan kepadanya agar mengganti perahunya dengan perahu yang baru. Untuk itu ditunjukkanlah kepadanya sebuah pohon yang bernama "Welengrenge" di Mangkutu yaitu sebuah pohon dewata untuk dibuat perahu yang akan menggantikan perahu yang sudah rapuh yang akan digunakan dalam perjalanan menuju ke tanah Cina.
Untuk maksus tersebut, maka ditentukanlah hari untuk menebang pohon tersebut. Pada mulanya ternyata pohon itu tidak bisa terpotong, maka oleh We' Tenri Abeng menyarankan supaya dilaksanakan upacara besar-besaran. Dari upacara inilah diperkirakan asal-mula atau cikal bakal adanya upacara pada setiap pelaksanaan penebangan pohon yang akan digunakan untuk pembuatan perahu. Dan upacara ini masih berlaku sampai sekarang.
Setelah upacara dilaksanakan maka pohon dewata "welenrenge" dengan mudah dapat ditebang. Tetapi setalah tumbang pohon itu langsung masuk ke perut bumi, dan disanalah pohon itu dibuat perahu. Setelah selesai barulah perahu tersebut diapungkan ke atas permukaan laut di pantai Kerajaan Luwu. Akhirnya ditentukanlah hari keberangkatan Sawerigading ke tanah Cina, segala perlengkapan sudah disiapkan. Dan sebelum berangkat Sawerigading bersumpah "Tidak akan menginjakkan kakiku lagi di tanah Luwu kecuali tulangku yang di bawa tikus atau berita yang dibawa oleh angin ke tanah Luwu".