Datu Luwu XL, Andi Maradang Mackulau, Perjuangan Demokrasi dari Istana

  • Bagikan

Arengkalinga manekko tomaegae lilina Luwu, limpona Ware. Leleni ripammasena Allah taala Datue ri Luwu. Tennatiwi adatungenna, tennasellureng roalebbong alebirenna. Naiya selengngai silessurenna riasengnge Andi Maradang Mackulau Opu Daeng Bau.

FAJAR.CO.ID -- Demikianlah prosesi pengumuman penasbihan Datu Luwu XL kepada Andi Maradang Mackulau pada akhir Desember 2012. Andi Maradang menggantikan kakaknya, Andi Luwu Opu Daengna Patiware Petta Mattinroe Ri Alebirenna, yang mangkat dua hari sebelumnya.

Di kalangan keluarga istana, Andi Maradang bukanlah orang asing. Ia merupakan putra Andi Mackulau Opu Daeng Parebba, anak kandung Andi Djemma dari perkawinan dengan istri pertamanya, Andi Kasirang.

Namun, karena kiprah dan sepak terjangnya lebih banyak dihabiskan di Jakarta dan Yogyakarta, maka masyarakat Palopo secara umum masih belum familiar dengan Datu Luwu yang berusia 56 tahun ini.

Datu Luwu XL Andi Maradang Mackulau Opu Daeng Bau’ lahir di Makassar pada 17 Desember 1957. Masa kecilnya dihabiskan di Makassar dan Jakarta. Andi Maradang meniti jenjang pendidikan dasar di Makassar dan ketika menginjak kelas 6 SD, ia hijrah ke Jakarta. Ketika masih di
Makassar, Andi Maradang mengisahkan bahwa dirinya sering disuruh orang tuanya untuk membawakan uang belanja kepada kakeknya, Andi Djemma.

“Andi Djemma papoatae itu orangnya sangat sederhana. Di mana-mana, seorang raja biasanya kaya raya, punya banyak harta, menguasai banyak tanah dan hidup dalam kemewahan. Namun, tidak dengan kakek saya (Andi Djemma). Dia tidak punya rumah. Beliau hanya menumpang di rumah mertuanya di Makassar,” Andi Maradang mengenang.

  • Bagikan

Exit mobile version