Menyoal pengukuran tanah sertifikat prona yang berbeda dengan luasan di dokumen PBB, ia menilai itu hal yang biasa terjadi. "Kalau namanya pengukuran itu memang selalu ada selisih," jelasnya.
Ia mencontohkan, luasan PBB 2000 meter persegi itu bisa turun sampai setengahnya saat diukur. Karena itu, PBB mungkin semakin besar luasananya semakin besar pendapatan daerah. Sepanjang batasnya tidak berubah itu tidak masalah.
"Misalnya seseorang membeli tanah di tahun 70 an. Kemudian tanah itu masih disitu, terus BPN mengukur 2011 dan batasnya tidak berubah. Tetapi, turun setengah ukurannya berarti itulah ukuran tanah yang sebenarnya," jelasnya.
Terkait penjelasan BPN ini, tim FAJAR berusaha menelusuri adanya perubahan luasan tanah yang tertera dalam dokumen PBB dan buku rincik.
Akan tetapi, berdasarkan penelusuran menggunakan kompas, bentuk luasan berdasarkan peta tidak mengalami perubahan. Praktis tanah yang hilang tersebut berada persis di belakang rumah Marang. Diduga ada skandal tanah.
Soal itu, Kepala Desa Marumpa, Bakri Saleh menyayangkan berkurangnya tanah tersebut. Sebab, saat proses pengukuran atau penentuan batas yang dilakukan BPN harus ditunjuk batasnya.
"Kan yang tahu persis, ya, pemiliknya. Kalau uwa Marang tidak tahu menahu dan tidak pernah menjual lahan itu, kami akan cari tahu siapa yang menjualnya," singkatnya.
Dikonfirmasi terpisah, CEO PT Giarto Audry Cemerlang, Ronald Gosali mengakui lahan yang diklaim Marang merupakan miliknya. Tanah tersebut dibeli dari kemenakan Marang. Namanya Abdullah.