FAJAR.CO.ID, SINJAI -- Salah satu suplier angkat bicara terkait temuan Polda Sulsel terhadap dugaan korupsi penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Dia turut mempertanyakan adanya indikasi pemotongan yang menjadi temuan penyidik.
Suplier tersebut bernama Ilhamuddin. Dia mengaku pernah diundang oleh penyidik Polda Sulsel untuk memberikan keterangan atas penyaluran BPNT di Sinjai.
Penyidik Polda kata Ilham mengindikasikan adanya temuan karena terdapat selisih dana bantuan yang dimiliki oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang tidak dibelanjakan.
Misalnya, jumlah total dana BPNT senilai Rp1 miliar. Lalu, dana yang digunakan oleh pemasok untuk membeli pangan yang disalurkan ke KPM senilai Rp950 juta. Maka sisa dana Rp50 juta itu disebut sebagai pemotongan.
"Lebih baik saya berhenti (jadi suplier) kalau begini, masa selisih itu dianggap sebagai pemotongan, dimana untung saya," tanya Ilham.
Ilham mengatakan, penyaluran BPNT membutuhkan biaya besar. Mulai dari biaya angkut, gaji buruh, dan biaya operasional lainnya. Apalagi jika disalurkan hingga pelosok desa.
Belum lagi jika ada pangan yang rusak sebelum sampai ke KPM. Pihaknya bertanggung jawab untuk mengganti. "Kenapa telur mahal, karena resikonya besar, bisa pecah atau busuk, kami harus ganti, kalau keuntungannya hanya untuk itu lebih saya berhenti," tegasnya kembali.
Sebelumnya, Polda Sulsel mengendus dugaan korupsi penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Sulsel. Salah satunya di Sinjai. Adapun modus korupsinya, ditemukan adanya pengurangan barang. Dimana nilai barang yang diterima KPM hanya sekitar Rp150 ribu.