“Kami tak akan membiarkan hal itu berlanjut dan menjadi penyelamat bagi Rusia dari sanksi ekonomi negara mana pun di dunia,” kata Sullivan.
Pertemuan itu menjadi bagian dari upaya yang lebih luas oleh AS dan Tiongkok untuk menjaga saluran komunikasi tetap terbuka dan mengelola persaingan di antara kedua ekonomi terbesar dunia itu. Tak ada hal spesifik yang diharapkan tercapai dalam pertemuan tersebut, kata sang pejabat yang meminta agar namanya tidak disebut.
Wang Huiyao, kepala sebuah wadah pemikir di Beijing dan penasihat pemerintah Tiongkok, memperingatkan adanya ketegangan berkepanjangan lewat kolom di New York Times pada Minggu. Dia mengatakan Tiongkok secara unik diposisikan untuk bertindak sebagai penengah yang netral antara Ukraina yang didukung Barat dan Rusia untuk mengakhiri perang.
“Tidak seenak yang diperkirakan sejumlah kalangan di Barat, inilah saatnya untuk menawari pemimpin Rusia jalan keluar dengan bantuan Tiongkok,” tulis Wang.
Para pejabat AS skeptis dengan usulan tersebut mengingat hubungan Tiongkok-Rusia dan penyebaran informasi yang tidak benar terkait perang itu. AS dan sekutunya telah menjatuhkan sanksi keras kepada Rusia dan melarang impor energi dari negara tersebut. Mereka juga memberikan bantuan militer dan kemanusiaan senilai miliaran dolar kepada Ukraina.
Secara individu dan bersama-sama mereka telah meminta Tiongkok, negara-negara Arab dan negara-negara lain yang tidak mengutuk invasi Rusia untuk bergabung mengisolasi Moskow dari ekonomi global.
Tiongkok, mitra perdagangan penting Rusia, telah menolak menyebut aksi militer Rusia sebagai invasi, meski Presiden Xi Jinping pekan lalu menyerukan penahanan diri maksimal di Ukraina setelah bertemu virtual dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Xi juga mengungkapkan keprihatinannya tentang dampak sanksi terhadap keuangan global, pasokan energi, transportasi dan rantai pasokan, di tengah gejala yang meningkat bahwa sanksi Barat sedang membatasi kemampuan Tiongkok untuk membeli minyak Rusia.