FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Teknik Penyehatan Lingkungan Unesa Erina Rahmadyanti menyatakan, kelangkaan air merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan hidup manusia.
”Berdasar data Bappenas, 31 persen kematian anak di Indonesia disebabkan diare dan waterborne diseases. Sebanyak 80 juta orang di Indonesia belum memiliki akses air bersih,” kata Erina saat dihubungi pada Selasa (22/3).
Karena itu, perlu jadi perhatian semua kalangan. Hari Air Sedunia 22 Maret, menurut dia, harus menjadi momentum untuk memupuk kesadaran bersama dalam memandang, menggunakan, dan memanfaatkan air.
Erina menyebut kelangkaan air disebabkan deforestasi, betonisasi, polusi, hingga global warming. ”Akibatnya, sepertiga dari seluruh sekolah di dunia tidak memiliki akses air bersih dan sanitasi yang memadai. Sementara setengah dari rumah sakit diisi penderita penyakit yang disebarkan air atau sanitasi yang buruk,” urai Erina.
Dia memaparkan, dua pertiga penduduk dunia hidup dengan kondisi air yang tercemar. 1,8 miliar orang mengalami kelangkaan air. Bahkan, setiap 90 detik terjadi kematian anak yang sebabkan karena diare dan jumlahnya diperkirakan bertambah dari tahun ke tahun.
”Pada 2015, dari 564 sungai yang menjadi potensi 6 persen air bersih dunia, sekitar 58 persennya tercemar,” ucap Erina.
Menurut dia, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi itu. Di antaranya constructed wetland (CW) atau lahan basah buatan. Lahan itu dapat digunakan sebagai green infrastructure untuk ketersediaan air.