Dari berbagai penjelasan singkat di atas, maka menurut hemat penulis bahwa apa yang telah disampaikan Joko widodo pada acara rapim TNI/POLRI kepada para istri prajurit untuk tidak memanggil penceramah yang dianggap radikal tidak sepenuhnya keliru.
Sebab di negeri kita ini masih terdapat penceramah-penceramah yang menjadikan mimbar masjid atau mimbar dakwah sebagai alat provokasi dan adu domba untuk merusak kedamaian negeri yang bineka ini.
Akan tetapi, jika presiden Joko Widodo memberi pesan kepada istri prajurit untuk tidak mengundang penceramah Radikal dalam kegiatan keagamaan sebagai bentuk preventif dari gerakan-gerakan terorisme, maka dalam tulisan singkat ini, penulis ingin memberi pesan kepada Presiden Joko Widodo bahwa gerakan-gerakan ektremisme atau terorisme tidak selamanya dipantik atau berhulu dari syiar-syiar dakwah yang menyimpang, tetapi juga dapat dipicu oleh keadaan sosial yang tidak stabil akibat distribusi keadilan yang tidak dirasakan oleh masyarakat di berbagai sektor (sosial, politik, ekonomi termasuk hak asasi manusia).
Jika pemerintah saat ini yang dinakhodai oleh presiden Joko Widodo benar-benar berkomitmen untuk menghabisi kelompok-kelompok radikal atau ektremis sebagaimana yang sudah sering digembor-gemborkan pada khalayak publik, maka pemerintah jangan terlalu sibuk menghabiskan energi untuk melempar wacana-wacana atau isu-isu yang berbau "agama" terkait gerakan-gerakan ekstremis dan teroris yang dianggap kapan saja bisa menyerang kehidupan bangsa dan negara ini.