Data itu bukan bentuk pemakluman atas kasus penyimpangan tersebut. Melainkan kita tidak berharap kasus yang sama kembali terulang di tanah Bugis-Makassar ini, sehingga perlu langkah dan pendekatan yang menyeluruh sehingga dapat memitigasi maupun mengantisipasi aksi penyimpangan sosial tersebut.
Terkhusus pada masalah yang menimpa kasus Bariani dan kasus bunuh diri lain yang umumnya disebabkan oleh faktor ekonomi, menjadi tamparan keras bagi pengampu kebijakan di provinsi Sulsel khususnya dan kabupaten kota umumnya. Betapa program-program kesejahteraan ekonomi yang kerap diklaim sebagai unggulan oleh para pejabat kita, nyatanya belum dirasakan langsung oleh masyarakat.
Kasus Bariani sebetulnya bukan hanya terkait personal keluarganya, tapi secara tidak langsung menggambarkan keadaan masyarakat kita. Yaitu rendahnya program pengentasan kemiskinan kita dan lemahnya kontrol pengawasan masyarakat kita.
Aksi Bariani sejatinya menjadi representasi protes dari kelas masyarakat ekonomi lemah atas ketidakmampuan pemerintah mengelola dominasi ekonomi para pemilik modal di Sulsel, dan tidak mampu menimbulkan pemerataan dan membuka lapangan kerja. Ekonomi Pinrang khususnya dan Sulsel pada umumnya belum dinikmati meratas semua masyarakat, hanya dinikmati kelas sosial tertentu. Di sisi lain fenomena masyarakat seperti Bariani tumbuh di tengah masyarakat Kabupaten Pinrang dan Sulsel umumnya yang cenderung semakin individualistik karena budaya komsumerisme di masyarakat kita di Sulsel, seperti makin menjadi-jadi.