Surat Terbuka ke Megawati, Denny Indrayana Ungkap Suap Rp 5 Triliun untuk Ketum Parpol

  • Bagikan
Denny Indrayana bersama Mahfud MD. (Twitter/@dennyindrayana)

Satu, soal jangan menjadikan hukum sebagai instrumen pemenangan pemilu 2024. Saya dan Prof. Mahfud sepakat hukum tidak boleh diperalat dan direndahkan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan semata.

Ketika ada pimpinan KPK datang dan menyampaikan pesan akan mentersangkakan seorang pimpinan partai, respon Prof. Mahfud sudah tepat, “Silakan diproses secara hukum sesuai alat bukti yang ada saja”.

Dalam perjalanannya, saya berpendapat kasus hukum masih dijadikan alat daya tawar kepada para pimpinan parpol untuk menentukan arah koalisi dan paslon capres-cawapres. Hal itulah yang saya puisikan dalam “Korupsilah dalam Pelukan Koalisi”.

Dua, soal penundaan pemilu. Dalam konten youtube yang diunggah Refly Harun itu, saya katakan ada gerakan serius untuk menunda pemilu.

Salah satunya ada politisi senior yang datang ke Prof. Mahfud mengatakan sudah siap dan tinggal eksekusi soal penundaan pemilu.

Rencananya saat Presiden Jokowi di luar negeri, maka diadakan sidang istimewa MPR yang menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi.

Atas rencana tersebut, Prof. Mahfud tegas menyatakan, “Presiden Jokowi tidak pernah berbicara penundaan pemilu. Perintah kepada saya adalah melaksanakan pemilu tepat waktu”.

Karena kami melihat gerakan penundaan pemilu itu serius dilakukan, maka saya dan Prof. Mahfud sepakat untuk menggagalkannya.

Kalau pemilu tidak dilaksanakan tepat waktu, maka sangatlah berbahaya bagi demokrasi dan ketertiban di tanah air.

Itu pula sebabnya saya menulis surat terbuka kepada Ketum Megawati Soekarnoputri, karena PDI Perjuangan punya kekuatan dan terus konsisten menolak tiga periode jabatan presiden dan penundaan pemilu.

  • Bagikan