Investasi seharusnya membawa kesejahteraan, bukan kesengsaraan. Penolakan terhadap investasi Danantara menjadi salah satu sorotan utama dalam aksi ini.
Bagi mahasiswa, proyek ini bukan solusi ekonomi, melainkan ancaman terselubung yang hanya menguntungkan segelintir elite. Mereka meminta pemerintah agar tidak gegabah dalam menerima investasi yang justru menyengsarakan rakyat di tanah sendiri.
Dua masalah klasik di Sidrap kembali mencuat dalam aksi ini: Tempat Hiburan Malam (THM) yang menjamur tanpa pengawasan dan jembatan putus yang menghubungkan Desa Bulucenrana dan Desa Betao yang hingga kini belum tersentuh solusi.
Para mahasiswa menuding pemerintah lebih sibuk mengurusi izin hiburan ketimbang membangun infrastruktur dasar. Jembatan bukan sekadar bangunan beton, tetapi akses kehidupan masyarakat yang semakin dipersulit karena lambannya respons pemerintah.
Ditemani ban bekas, toa yang terus bergetar, serta spanduk besar yang mengibarkan pesan perlawanan, para mahasiswa tetap menjaga aksi dalam koridor damai.
Ketegangan memang sempat terasa di beberapa titik, tetapi komitmen mereka tetap: tak ada anarki, hanya aksi. Mereka menegaskan bahwa ini bukan aksi yang ditunggangi kepentingan tertentu, melainkan murni perjuangan rakyat.
Hari ini, Sidrap bergetar oleh suara anak muda yang tidak sudi diam. Aksi ini mungkin berakhir di jalanan, tetapi pertanyaannya sekarang: apakah pemerintah akan mendengar, atau lagi-lagi pura-pura tuli? (edy/fajar)