Silahkan kritik kerabat istana yang tidak melaksanakan nilai-nilai luhur yang selama ini kita jaga,” tegas Datu Luwu yang merupakan mantan Vice President PT Medco E&P Indonesia ini.
Andi Maradang mengaku bahwa dirinya ingin melakukan terobosan-terobosan positif bagi istana. “Saya ingin kembalikan wujud dan aura istana, bukan lagi sebagai rumah hantu. Saya ingin istana menjadi pelopor implemen-tasi nilai-nilai tadi,” kata suami dari Lina Widyastuti Wahyuningsih ini.
Hal itu memang bukan isapan jempol belaka. Setahun setelah naik takhta, ia langsung mendorong langkah-langkah pembenahan infrastruktur istana. Hasilnya, renovasi istana tahap pertama rampung.
Andi Maradang dari awal memang bercita-cita menghadirkan kembali alun-alun yang ada di depan istana. “Dari dahulu saya telah memikirkan,
di depan (istana) ada Taman I La Galigo dengan replika Langkanae di sana. Saya juga sudah lama berharap Universitas Andi Djemma membuka Fakultas Ilmu Budaya dan Bahasa, yang menjadi pusat penelitian dan pengkajian naskah-naskah I La Galigo. Kita berburu dengan waktu untuk mengangkat kembali kebudayaan Luwu ini. Intervensi melalui pendidikan sangat perlu. Muatan lokal sejarah dan kebudayaan Luwu, Alhamdulillah sudah jalan,” kata Datu Luwu.
Andi Maradang Mackulau dikenal sebagai pribadi yang egaliter. Beberapa kalangan menganggapnya sebagai Datu yang “gaul”. “Saya juga manusia biasa yang butuh teman. Saya suka berteman dengan siapa saja,”
kata Datu Luwu yang gemar mengenakan baju koko. Andi Maradang paham bahwa pada diri Datu Luwu memang melekat dua simbol, yaitu simbol anutan bagi rakyat Luwu yang bersifat praksis, dan simbol kesa-
kralan yang nirwujud sebagai representasi kemuliaan Kedatuan Luwu.