FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Luhur A Prianto menegaskan, selama ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi makin melebar, maka ruang radikalisme akan tetap tumbuh di tengah masyarakat.
Luhur menyampaikan hal tersebut ketika menjadi salah satu narasumber, pada Dialog Kebangsaan dengan tema; "Tantangan Pemuda dalam Menghadapi Isu Radikalisme" yang diselenggarakan Poros Pemuda Indonesia Sulsel, di Warkop Alira, Panakkukang, Makassar, Sabtu, 6 Maret 2021.
Luhur menilai, jika radikalisme bisa menjadi paham dan ideologi, maka radikalisme juga bisa menjadi gerakan politik. "Sebagai gerakan politik bisa menjadi lawan tanding bagi yang berkuasa, bahkan bagi paham paham lain termasuk nasionalisme," ungkapnya.
Sementara itu, Akademisi Unhas, Dr Sakkapati, SH, MH, menyatakan, radikalisme juga bisa menjadi sebuah respons psikologis ketika kekerasan, ketidakadilan, kesewenang-wenangan dipertontonkan bahkan menggunakan kekuasaan. "Radikalisme berasal dari bahasa Latin; there yang artinya ketegangan," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Gema Pembebasan, Ibrahim mengungkapkan, bila radikalisme terkesan diciptakan orang yang membenci Islam. Maka ketika tidak sejalan pemerintah dicap radikal. "Secara global isu radikalisme sudah dimainkan secara global untuk memerangi ummat Islam. Karena dianggap ancaman yang nyata bagi dunia, terkhusus bagi mereka ingin merebut kekuasaan," jelasnya
Berdasarkan catatan, sedikitnya ada 39 persen pemuda yang masuk target radikalisme. Ada juga penelitian menyebutkan dari jumlah penduduk Indonesia 4 persen dari 270 juta jiwa menunjukkan gejala tersebut. Artinya ada warga yang mendukung ISIS sebagai gerakan yang identik dengan terorisme. (rls/fajar)