Pendataan titik penutupan saluran semestinya dipetakan. Apalagi pembangunan cukup masif. "Intinya saluran utama yang kami keruk tak ada penyempitan. Terutama di saluran besar atau sekunder," terangnya.
Dari data yang dimilikinya, drainase yang dalam kondisi baik panjangnya mencapai 2,6 juta meter atau 81,73 persen. "Lainnya butuh perawatan. Sebarannya di banyak titik. Mulai dari kondisi ringan hingga berat," pungkasnya.
Perencanaan pembangunan yang baik memang perlu menjadi acuan pemerintah. Bukan sekadar memberi izin. Perlu ada sinergitas antara pemilik kewenangan dan pengembang.
"Drainase dari tersier ke drainase sekunder atau primer belum memperhatikan kapasitas drainase penerima," kata Peneliti Drainse Unhas, Farouk Maricar.
Salah satu contohnya adalah drainase Jalan AP Pettarani. Drainase yang di buang ke selatan mengakibatkan luapan di sekitar UNM dan Jalan Yusuf dg Ngawing (rumah jabatan wakil gubernur).
Penyebab utamanya adalah kapasitas drainase sekunder ke kanal Jongaya sudah penuh. Di sisi lain, Kanal Sinrijala yang berada di tengah Pettarani justru tidak dioptimalkan.
"Ini karena kurangnya komunikasi antara pemilik kewenangan," ucapnya. Perubahan fungsi lahan yang pada awalnya merupakan daerah resapan atau retensi juga ikut memicu banjir di Kota Makassar.
Di mana, banyak daerah resapan berubah menjadi pemukiman. Pembangunan berjalan tanpa adanya upaya mengganti fungsi resapan sebelumnya. Imbasnya, buangan air menjadi terhambatlalu terjadi genangan.
Juga, kata dia, sebagian drainase dirancang tidak mengintegrasikan seluruh daerah tangkapan. Sehingga saat hujan aliran air melebihi kapasitas drainase. Lalu meluap.