Era tahun 1959-1965 merupakan masa kedigjayaan kekuatan udara nasional (AURI/TNI AU). Berbagai jenis pesawat modern dimasa itu dimiliki oleh AURI seperti MIG-19 dan MIG-21 (supersonic), MIG-17 (buru sergap), Helikopter MI-4 (angkut ringan), Helikopter MI-6 dan MI-16 (angkut berat), MIG-15 UTI (jet latih), Ilyushin-28 (pembom ringan), TU-16B, dan TU-16 KS (pembom berat jarak jauh/rudal Air to Surface), Ilyushin-14 dan AQvia-4 (angkut ringan) serta AN-12B (angkut berat) yang seluruhnya merupakan produk Uni Soviet. Pembelian produk militer dari Uni Soviet tersebut menandai sejarah awal kekuatan udara nasional yang tersohor kala itu. Masa itu menjadi kejayaan AURI khususnya dalam teknologi militer angkatan udara. Deterret power mampu diwujudkan oleh Indonesia dan mampu merajai wilayah dirgantara di belahan bumi selatan. Kekuatan udara yang dimiliki Indonesia memaksa Belanda hengkang dari Irian Barat karena tidak akan mampu berperang menghadapi kekuatan militer Indonesia khususnya matra udara. Dalam soal ini Presiden Amerika Serikat (AS) John F. Kennedy sampai harus berkirim surat kepada PM Belanda yang berisi desakan untuk menerima hasil persetujuan New York karena Belanda tidak akan mampu menyaingi kekuatan udara Indonesia. Dalam konteks operasi militer Trikora, Pemerintah Indonesia telah mampu mewujudkan konsep strategi penangkalan dengan bertumpu pada kekuatan udara yang dimiliki AURI sehingga mampu memberikan efek psikologis besar terhadap Belanda. Dimasa itu, AURI sebagai representasi kekuatan udara nasional mampu menjelma menjadi The First Class Air Force yang disegani dunia.
Pembelian Rafale dan F-15 Eagle.