Merekat silaturahim yang bersifat ijtimaiyyah (keorganisasian) dan yang bersifat jam’iyyah atau yang berkaitan dengan orang banyak itu memerlukan kesabaran dam kesungguhan karena silaturahimnya melibatkan orang banyak.
“Inilah yang harus kita hidupkan, bagaimana kita bisa silaturahmi semakin baik hubungan kita, wilayah, daerah, cabang, dan ranting, kemudian juga hubungan antarpersonal kita dalam konteks sistem,” ungkap Haedar.
Haedar mengingatkan, seringkali penyebab masalah adalah persepsi yang sebenarnya bisa diubah bersama tetapi dibuat tidak mudah.
“Karena persepsinya tetap diawetkan untuk menjadi persepsi sendiri-sendiri. Misalnya masa Covid-19, ada warga dan tokoh yang menolak Tarjih karena keyakinan tertentu. Nah, mengubah persepsi seperti ini yang tidak mudah, padahal demi kepentingan orang banyak,” kata Haedar.
Di saat inilah, kita harus mengingat hadis Rasulullah, jika kita ingin merekat hubungan yang terputsu karena masalah-maslaah, kuncinya ada di jiwa dan ruhani yang rif’ah.
“Rif’ah itu rohani tingkat tinggi. Kata Nabi carilah rif’ah. Cirinya tiga, menyambung hubungan yang terputus, baik antarego yang pasti masing-masing punya ego. Kata Rumi kan, ibu dari semua masalah,” kata Haedar.
Ciri rif’ah kedua, kata Nabi, jika ada sesuatu yang diharamkan, dalam arti orang tidak boleh menjamahnya atau mengambilnya lalu dijadikan halal atau dibolehkan.
“Hal yang tadinya tidak boleh diambil lalu kita jadikan boleh, benar, dan jadikan baik. Itu yang tidak gampang apalagi kalau barang itu sangat berharga,” jelas Prof Haedar.