FAJAR.CO.ID, JAKARTA- Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengingatkan krisis air imbas dari adanya perubahan iklim yang mengganggu siklus hidrologi kian nyata.
"Krisis air terjadi hampir di seluruh belahan dunia dan menjadi krisis global yang harus diantisipasi setiap negara. Tidak peduli itu negara maju atau berkembang. Karenanya, isu ini harus menjadi perhatian bersama seluruh negara tanpa terkecuali," ujarnya dalam Dialog FMB9 dengan tema ‘Kelestarian Air, Kebutuhan Hidup Bersama’ yang dilangsungkan secara daring, Senin (20/02).
Menurutnya, fenomena perubahan iklim akan terus berlanjut apabila laju peningkatan emisi gas rumah kaca tidak dapat dikendalikan. Kondisi ini kemudian menyebabkan semakin cepatnya proses penguapan air permukaan.
Sehingga mengakibatkan ketersediaan air semakin cepat berkurang di suatu lokasi belahan bumi. Namun, sebaliknya terjadi hujan yang berlebihan (ekstrem) di lokasi atau belahan bumi yang lain.
Ketersediaan air permukaan dan air tanah yang makin berkurang ini, tentunya akan mempengaruhi ketersediaan air bersih di berbagai belahan bumi. Dwikorita mencontohkan World Meteorological Organization (WMO) pada 2022 lalu melaporkan, bahwa kekeringan dan kelangkaan air telah melanda berbagai negara di dunia.
"Tidak ada perbedaan antara negara maju dan negara berkembang. Keduanya sama-sama menderita akibat kekeringan dan banjir. Jadi, sekali lagi kekeringan dan banjir adalah dampak yang sama akibat dari kencangnya laju perubahan iklim yang diperparah dengan kerusakan lingkungan," tutur Dwikorita.