Kaum intelektual harus menjunjung tinggi asas demokrasi yang langsung, umum, bebas. rahasia, jujur dan adil sebagai bentuk tindakan preventif dalam praktik politik uang. Selanjutnya, kamu intelektual harus bisa ikut menyosialisasikan kepada yang lain.
Mulai dari lingkungan sendiri yakni keluarga. Istri, anak dan keluarga dekat yang punya hak suara dipahamkan, agar benar-benar menyalurkan pilihan suaranya kepada yang tepat. Suara harus diberikan bagi calon pemimpin yang benar-benar layak. Bukan kepada yang "sok" layak.
Pengaruh dan memengaruhi lewat politik uang bisa disebabkan beberapa faktor. Di antaranya, bisa jadi calon tersebut sebenarnya tidak punya visi yang jelas, tetapi ingin berkuasa. Makanya "jalan ninjanya" lewat pemberian uang untuk memengaruhi pilihan rakyat.
Politik uang juga dapat terjadi karena faktor hukum. Lemahnya regulasi tentang politik uang tidak memberikan efek jerah kepada pelakunya. Kondisi itu yang membuat calon lain, berkeinginan untuk ikut melakukannya.
Faktor lainnya bisa terjadi lantaran dari segi budaya. Ada beberapa kebiasaan yang sudah menjadi budaya di Indonesia, yakni tidak pantas jika seseorang menolak pemberian dan terbiasa membalas pemberian. Instrumen kultural ini dimanfaatkan oleh politisi untuk menjalankan politik uang.
Tak hanya kaum intelektual, penyelenggara dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga dituntut untuk bekerja ekstra dalam menjalankan setiap tahapan. Bukankah PKPU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Umum Tahun 2024, Pasal 2 (ayat 2) sudah mengatur bahwa, penyelenggara harus memenuhi prinsip mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, efisien, dan aksesibel.