Tim Balai Hidraulik dan Geoteknik Keairan, Direktorat Bina Teknik SDA saat ini tengah melakukan uji model numerik untuk mengetahui kapasitas alir sungai Radda, Rongkong, dan Masamba. Berdasarkan data pengukuran update pasca bencana banjir untuk menentukan dimensi tanggul serta bangunan pengendali lain yang diperlukan.
Desain akhir tanggul banjir katanya, meliputi elevasi tanggul, kemiringan, panjang tanggul, serta bangunan pengendali aliran lainnya. Hal ini didasarkan pada hasil uji model numerik tersebut.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Luwu Utara, Bambang Irawan mengatakan, penggunaan batu gajah atau batu kosong pada depan tanggul tanah yang dibungkus sangat rawat terbawa arus sungai.
"Saat banjir bandang di Sungai Radda, baru sangat besar yang tidak mampu digerakkan 10 orang ternyata hanyut terserat air puluhan kilometer. Artinya, kalau desain ini digunakan nantinya tidak akan mampu bertahan," ujarnya.
Menurutnya, dasar sungai-sungai ini berbeda sungai di pulau Jawa. Dasarnya sedimentasi pasir. Makanya, mudah terbawa arus. Sehingga kalau desain ini digunakan, batu gajanya akan mudah ambruk terbawa arus. Sisi estetika juga tidak bagus. Bambang mengusulkan agar penanganan tebing sungai menggunakan turap atau tiang pancang.
"Jangan sampai biaya besar hanya sia-sia. Masyarakat tidak menikmati hasilnya," paparnya.
Selain itu, pembangunan kolam retasi di Desa Wara, Malangke Barat juga perlu dipertimbangkan. Apalagi, luas lahan digunakan 200 hektare. Sebaiknya dibangun di wilayah Baebunta. Supaya, air sungai ke daerah hilir dapat tertahan dan agar tidak menimbulkan banjir.