Komnas Perempuan Tegaskan Calon Anggota KPU dan Bawaslu Harus Bebar dari Masalah Kekerasan Seksual

  • Bagikan
Ketua Tim Seleksi (Timsel) Calon Anggota KPU-Bawaslu, Juri Ardiantoro bersama anggota saat rapat dengar pendapat di Gedung Nusantara Senayan, Jakarta, Rabu (19/1/22). Pansel menjelaskan, dalam proses seleksi pihaknya melakukan profiling terhadap 48 bakal calon komisioner KPU dan Bawaslu. Sejumlah lembaga negara dilibatkan dalam proses seleksi tersebut. FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah Tardi, mengatakan calon anggota KPU dan Bawaslu 2022-2027 harus bebas dari masalah kekerasan seksual, maupun kekerasan terhadap perempuan. Salah satunya poligami.

“Kalau ini kan kekerasan seksual dan poligami dua hal sama-sama kekerasan terhadap perempuan ya, poligami konteksnya kekerasan dalam rumah tangga,” ujar Aminah kepada wartawan, Rabu (16/2).

Aminah menyatakan poligami dalam pandangan Komnas Perempuan adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Sikap ini tak bisa ditawar karena menempatkan laki-laki sebagai superioritas.

Berdasarkan pengalaman pihaknya menerima dan mencatat sejumlah kasus. Karena itu adanya poligami menjadi pintu masuk kekerasan dalam rumah tangga, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis maupun menjadi pendorong perceraian.

“Dalam posisi ini poligami adalah kekerasan terhadap perempuan, sehingga harus klir pejabat yang dipilih itu harus tidak poligami,” ujarnya.

Lebih lanjut, Aminah mengatakan calon anggota KPU dan Bawaslu juga tak boleh memiliki masalah kekerasan seksual. Menurutnya, Komisi II DPR bisa mendalami isu tersebut dalam fit and proper test kepada calon anggota KPU dan Bawaslu.

“Penting untuk memastikan bahwa nanti anggota KPU dan anggota Bawaslu memiliki track record yang baik, di dalam isu kekerasan berbasis gender terhadap perempuan,” katanya.

Aminah menyebut masyarakat perlu mengetahui sejauh mana perspektif dan pengetahuan para calon dalam memandang posisi perempuan di dalam politik. Menurutnya, jika perspektif gendernya itu belum selesai, maka keberpihakan kepada kelompok-kelompok rentan itu juga akan berpengaruh.

  • Bagikan