Silaturrahmi bersama Panglimata Andi Muhammad Mappanyukki di Istana Jongaya

  • Bagikan

Merujuk ke Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan No. 10 Tahun 1995, tentang Penetapan Hari Jadi Sulawesi Selatan yang menetapkan tanggal 19 bulan Oktober tahun 1669 sebagai Hari Jadi Sulawesi Selatan, maka salah satu latar penetapan bulan Oktober adalah memperingati makna sakral “bulan oktober” bagi integrasi Sulsel yaitu peristiwa pada tanggal 15 Oktober 1945 dimana sebanyak 40 raja dan bangsawan seluruh kerajaan di Sulsel melakukan pertemuan di istana Jongaya atau istana kediaman Arumpone Andi Mappanyukki yang menyepakati untuk mendukung Pemerintah Republik Indonesia di Sulawesi Selatan Tenggara.

Pernyataan tersebut kemudian dikenal sebagai Deklarasi Jongaya. Andi Mappanyukki (lahir 1885 - wafat 18 April 1967) adalah salah tokoh pejuang dan seorang bangsawan di Sulawesi Selatan.

Pada masanya bertahta sebagai Raja Bone, banyak konflik yang terjadi dengan kolonial Belanda. Saat itu Belanda menawarkan kerjasama dengan Andi Mappanyukki, namun ia menolaknya.

Penolakannya tersebut, membuat Andi Mappanyukki diturunkan jabatannya dari Raja Bone oleh kekuatan kekuasaan Belanda. Setelah itu, ia diasingkan bersama keluarganya di Rantepao, Tana Toraja dan Selayar. Lalu, pada tanggal 21 Desember 1957, Andi Mappanyukki menjadi Kepala Daerah Swapraja Bone atas usulan dari Panglima Daerah Militer Sulawesi Selatan.

Pada tanggal 18 April 1967, Andi menghembuskan nafas terakhirnya di Istana Jongaya. Kemudian jenazahnya dikebumikan di pemakaman raja-raja Gowa atau Bone. Namun, atas usulan masyarakat Sulsel dan pemerintah Republik Indonesia, makamnya kemudian diletakkan di Taman Makam Pahlawan Panaikang dan dengan upacara kenegaraan. Atas integritasnya sebagai pejuang yang pantang menyerah kepada Belanda serta sumbangsihnya terhadap bangsa dan negara, Andi Mappanyukki dianugerahkan gelar sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keppres No. 089/TK/2004, pada tanggal 5 November 2004.

  • Bagikan