Moderasi Beragama di Balik Sejarah Tolotang

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Tolotang merupakan salah satu komunitas masyarakat di Sidrap yang melegenda. Ternyata, ada kisah toleransi di balik sejarah keberadaan Tolotang ini.

Dulunya, leluhur Tolotang menetap di Wani, salah satu wilayah dari Kerajaan Wajo. Saat Islam menjadi agama resmi Kerajaan Wajo, seluruh rakyat pun mengikrarkan syahadat kecuali komunitas Tolotang. Mereka memilih untuk eksodus daripada menanggalkan kepercayaan yang diwariskan oleh nenek moyangnya.

"Seluruh Tolotang akhirnya meninggalkan Wajo dan bergerak ke Selatan. Ke arah Sidenreng," kata Abu Muslim, salah satu peneliti Balai Litbang Kementerian Agama Makassar, saat memaparkan nilai Moderasi Beragama dalam Lontara Sidenreng, di Studio FNN, Senin (25/10).

Di Addatuang Sidenreng, komunitas Tolotang mendapatkan sambutan hangat. Padahal para bangsawan Sidenreng saat itu juga sudah menganut Islam. Di sinilah, kata Abu Muslim, toleransi itu diperlihatkan.

Addatuang Sidenreng bahkan memberikan tanah untuk ditinggali masyarakat Tolotang, di wilayah yang kini dikenal sebagai Amparita. Amparita di masa ini masih tetap menjadi pusat aktivitas masyarakat Tolotang.

Dalam Lontarak Sidenreng dikisahkan, penguasa Sidenreng membolehkan mereka tinggal dan tetap menjalankan ritualnya dengan jaminan keamanan. Namun tetap ada syaratnya.

"Kalau mereka menikah atau meninggal, prosesinya tetap harus dilakukan secara Islam. Di luar itu, silahkan kerjakan sesuai agama yang dihayatinya," tambah Abu Muslim.

Dari kajian Balai Litbang Kementerian Agama Makassar, Lontara Sidenreng tidak hanya memuat kisah masa lalu, namun juga pesan-pesan moril yang berkaitan dengan kehidupan antarumat beragama. Abu Muslim bersama timnya menemukan puluhan pesan-pesan kebaikan yang sangat erat dengan konsep Moderasi Beragama.

  • Bagikan