Saatnya Kopi Hasil Perkebunan Petani Desa Naik Kelas

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Bisnis kopi semakin banyak diminati para pelaku usaha mikro, menengah, kecil (UMKM) di Sulawesi Selatan. Salah satunya adalah Pemilik Kedai Ruang Kopi, Wahyudi Anwar.

Berawal dari kunjungannya di Desa Tonasa, Kecamatan Tombolopao, Kabupaten Gowa di Tahun 2019, pemuda berusia 26 tahun itu melihat besarnya potensi dari hasil perkebunan kopi penduduk desa.

Kopi jenis arabika yang dihasilkan memiliki ciri khas dengan tingkat keasaman yang rendah dan pahit yang kuat atau low acidity and strong body.

Ancol, sapaan karib Wahyudi Anwar, kemudian mengajak kelompok petani untuk bekerjasama memproduksi kopi yang ada di wilayah tersebut untuk dipasarkan dalam bentuk kemasan.

"Mereka (petani) menghasilkan biji kopi pilihan dengan metode semi wash pada proses pasca-panen," kata Ancol, Rabu (16/6/2021).

Proses menghasilkan kopi yang kemudian dikenal dengan nama Kopi Benteng Tonasa ini terdiri atas pemanenan, penjemuran, dan penyangraian. Setiap prosesnya memberikan kontribusi dalam hal karakter dan cita rasanya.

Dijelaskannya, setelah dipanen oleh para petani, kemudian dilakukan proses penjemuran selama 2-3 minggu lamanya hingga kadar air didalam biji kopi tersisa 10 persen. Setelahnya, barulah biji kopi siap disangrai.

Ancol menceritakan, awalnya Kopi Benteng Tonasa pertama kali dibawahnya ke kedai kopi miliknya di kawasan Perumnas Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar. Di kedai tersebutlah ia memperkenalkan kopi yang dihasilkan dari ketinggian 1.200 mdpl itu.

"Awalnya saya cuma menyuguhkannya di kedai saya. Tapi lama-lama kepikiran untuk menjualnya secara luas. Mulailah saya menyasar warkop-warkop di Makassar," tutur Alumnus Ilmu Komunikasi UIN Alauddin Makassar ini.

  • Bagikan